Monday, December 21, 2009

40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga

Download (126 KB)


Sumber: akhdian.net

Tuesday, July 28, 2009

TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT SUNAT NISFU SYA'BAN

Shalat sunat Nisfu Sya'ban tahun ini, dilaksanakan pada hari Rabu malam Kamis, tanggal 5 Agustus 2009 M (malam 15 Sya'ban 1430 H). Pada malam ini, ditutuplah "Buku Catatan Perjalanan Hidup" setiap manusia. Dan akan dibuka lembaran buku baru untuk tahun yang akan datang. Kita berharap, akhir dan awal dari lembaran buku catatan hidup kita diisi dengan amal kebaikan. Salah satunya adalah dengan melaksanakan Shalat sunat Nisfu Sya'ban. Shalat ini sebanyak 100 rakaat, 1000 qulhuwalloohu ahad. Baca juga Maklumat Abah Anom yang ditandatangani pada 1 Juni 1982 mengenai hal ini. Baca Maklumatnya di sini.


Niatnya : Usholli sunnatan nisfu sya'ban rok'ataini (imaaman/ma'muuman) lillahi ta'alaa. Allaahu akbar

(Aku niat shalat sunat nisfu sya'ban 2 rakaat (menjadi imam/makmum) karena Allah Ta'ala. Allahu akbar.

Banyaknya : 100 rakaat (50 kali salam) lebih baik berjamaah.

Bacaannya: Setiap rakaat setelah Fatihah membaca surat al-Ikhlas (Qulhu walloohu ahad) 10 kali

Waktunya : Setelah shalat sunat ba'diyah Maghrib kemudian dilanjutkan setelah Isya (Fardhu Maghrib, dzikir, ba'diyah Maghrib, Nisfu Sya'ban, (masuk Isya), shalat sunat qobliyah Isya, Fardhu Isya, Ba'diyah Isya, dzikir, lanjutan Nisfu Sya'ban;).


Do'a setelah shalat sunat Nisfu Sya'ban:




Artinya : "Ya Allah! Tuhan yang membangkitkan dan tak ada yang sanggup membangkitkan kecuali Dia, ya Tuhan yang Maha Luhur dan Agung dan yang Maha Pemurah memberi nikmat-nikmat. Tidak ada Tuhan yang lain melainkan Engkau yang menolong orang-orang yang memohon pertolongan dan melindungi orang-orang serta mengamankan dari sekalian yang dikhawatirkan dan ditakuti.

Ya Allah andai kata telah ditakdirkan di sisi Mu akan daku dalam buku Azaly, bahwa aku celaka dan sedikit rezeki, terusir dan diharamkan akan daku maka hapuskanlah (apa-apa yang tercatat/tertulis dalam buku Azaly itu) dengan kemurahan-Mu. Dan tetapkanlah di sisi-Mu dalam buku Azaly itu (tukarkanlah akan keadaan di azalyku itu) dengan kebahagiaan lagi memperoleh rezeki yang dipergunakan untuk kebaikan, sesungguhnya Engkau berkata dan kata-kata-Mu adalah benar; sebagaimana tercantum di dalam Kitab-Mu yang Engkau turunkan atas lisan Nabi-Mu yang diutus (Muhammad saw.), "Yakni dihapuskan Allah barang yang dikehendakinya (perkataan/pernyataan yang menyimpang) dan ditetapkan-Nya di sisi-Nya di Azaly".

Ya Allah dengan keagunganMu pada malam Nisfu Sya'ban yang mulia / berkat ini, yang memisahkan kepadanya tiap-tiap perkara/keadaan dan urusan yang tepat dan yang dipastikan, hindarkan ya Allah kami dari bala'i/musibah yang kami ketahui dan yang tidak kami ketahui dan Engkaulah yang lebih mengetahui dengannya, sesungguhnya Engkau Maha Agung dan Pemurah ". Washallallahu 'alaasayyidina Muhammadin wa alaa aalihii washohbihii wasallam. Walhaldulillahi robbil 'alamiin.




(Sumber: Ponpes Suryalaya)

Tuesday, March 31, 2009

DZIKIR







Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; Sesungguhnya dia Maha mengetahui segala isi hati.

(QS. Al Mulk/67 ayat 13)


Dalam Alquran pada surat tersebut di atas dijelaskan bahwa dzikir itu terbagi 2, yaitu;

* Dzakaro yang artinya menyebut, dimana bisa menyebut Dzat, Sifat/Atribut, Martabat, atau Ayat Allah.

Pada dzikir ini berhubungan dengan mulut (jahri) yang mengandung maksud adalah dzikir dengan suara keras dimana orang lain di sekitar bisa mendengarnya.

Bacaan yang dilantunkan bisa;
• ALHAMDULILLAH (TAHMID)
• ALLOHU AKBAR (TAKBIR)
• SUBHANALLOH (TASBIH)
• LAAILAAHA ILLALLOH (TAHLIL)
• Dst

* Atau Dzakaro yang mengandung arti mengingat, mengenang, merasakan, menyadari atas adanya Allah.

Dzikir ini berhubungan dengan Qolbu (hati), karena sifatnya yang rahasia (sirri/khofi).

Dzikir ini tidak diketahui atau didengar oleh orang di sekitarnya. Hanya orang itu sendiri dan Allah SWT yang tahu.

Untuk bisa mendapatkan atau belajar dzikir sirri/khofi ini tidak sembarang orang bisa memberikannya. Hanya seorang Mursyid Kamil-Mukamil yang bisa menberikannya. Yaitu seorang khalifah pada masanya yang diberikan tingkat keimanan dan ketakwaan luar biasa terhadap Allah SWT. Jika orang tidak mencarinya, maka niscaya tidak akan bisa mendapatkannya dan sudah barang tentu tidak mempunyai dzikir sirri/khofi ini.

Karena dzikir ini tidak menggunakan mulut melainkan hati/qolbu, maka sudah barang tentu tidak akan terbatas oleh waktu, tempat. Kapanpun dan dimanapun bisa melakukan dzikir ini. Tidak seperti halnya dzikir jahri yang sangat terbatas oleh waktu dan tempat. Tidak mungkin orang yang berjualan sambil melantunkan dzikir jahri seperti Tahmid, Takbir, Tasbih, atau Tahlil seperti halnya pada saat selesai sholat di mesjid/di rumah. Tidak mungkin orang yang sedang makan dimana mulutnya penuh oleh makanan bisa melantunkan dzikir jahri ini. Dan masih banyak contoh lain yang bisa kita temukan sehari-hari dimana kita sangat terbatas untuk melakukan dzikir jahri ini. Bahkan pada saat sekaratul maut menghampiri, dimana kita sudah tidak bisa apa-apa, sudah tidak bisa berbicara, tidak bisa makan obat dari dokter, sangat sulit untuk mengikuti kalimat talkin dari orang yang membimbing dzikir pada saat itu kecuali hanya atas ridho Allah SWT.

Disinilah, pada saat mulut sudah tidak bisa bergerak, tidak bisa berbicara, satu-satunya harapan kita untuk bisa berdzikir kepada Allah adalah hati/qolbu kita. Selama ruh masih menempel pada diri kita, hati/qolbu akan selalu bisa berdzikir kepada Allah SWT.

Bukankah Allah memerintahkan kepada kita untuk banyak berdzikir? (WALAA DZIKRULLOHI AKBAR)

Bagaimana mungkin bisa berdzikir banyak dan tiada batas apabila mulut kita sendiri terbatas untuk melakukannya. Bagaimana pada saat kita berada di dalam kamar mandi dimana kita dilarang untuk berdzikir? Bagaimana jika saat itu kita dipanggil oleh Allah SWT dimana kita tidak sedang berdzikir?


Dalam surah lain (Al-A’Raaf ayat 205) diterangkan bahwa;







Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.


Pada ayat tersebut di atas jelas bahwa dzikir qolbu/hati inilah yang bisa melantunkan asma Allah dengan tiada batas. Tidak terpengaruh apakah kita sedang makan, minum, bekerja, berjualan, berjalan, sedang di kendaraan, mandi, buang air besar/kecil, dan lain-lain, apalagi sedang beribadah seperti sholat. Bahkan pada saat kita sedang tidurpun dzikir ini masih bisa dilakukan, karena yang bekerja itu hati/qolbu.

Apabila kita ingat seseorang yang kita cintai (istri/suami/orang tua/anak, dll) pada saat posisi kita sedang jauh (misal diluar kota), maka ingatnya kita apakah dengan otak kita? Atau dengan mulut kita? Tidak kan???? Sudah barang tentu kita ingat orang yang kita cintai itu dengan hati bukan?
Walaupun terhalang dengan jarak yang sangat jauh, terhalang dinding pemisah (tembok), terhalang gunung sekalipun, kita merasa dekat dengan mereka yang kita cintai. Itulah hati…

Kepada Allah pun sama demikian. Tatkala kita ingat kepada Allah, disanalah kita merasa dekat dengan-Nya. Karena sebenar-benar dzikir adalah yang sudah tembus ke dalam qolbu/hati kita.

Demikian, semoga Allah melindungi dari kesalahan & kehilafan dari tulisan ini.


Semoga bermanfaat….

(Post by Wawan)

Thursday, January 8, 2009

Bersuci dari air kencing bayi

Al-Lajnah Ad-Daimah lil Ifta' ditanya:

Ketika seorang wanita melahirkan bayi laki-laki ataupun perempuan, selama dalam asuhannya bayi itu selalu bersamanya dan tidak pernah berpisah, hingga terkadang pakaiannya terkena air kecing sang bayi. Apakah yang harus ia lakukan pada saat itu, dan apakah ada perbedaan hukum pada air kencing bayi laki-laki dengan bayi perempuan dari sejak kelahiran hingga berumur dua tahun atau lebih ?


Jawaban:


Cukup memercikkan air pada pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki jika ia belum mengkonsumsi makanan, jika bayi lelaki itu telah mengkonsumsi makanan, maka pakaian yang terkena air kencing itu harus dicuci, sedangkan jika bayi itu adalah bayi perempuan, maka pakaian yang terkena air kencingnya harus dicuci baik dia sudah mengkonsumsi makanan ataupun belum. Ketetapan ini bersumber dari hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan lain-lainnya, sedangkan lafazhnya adalah dari Abu Daud. Abu Daud telah mengeluarkan hadits ini dalam kitab sunan-nya dengan sanadnya dari Ummu Qubais bintu Muhshan, Bahwa ia bersama bayi laki-lakinya yang belum mengkonsumsi makanan datang kepada Rasulullah kemudian Rasulullah mendudukkan bayi itu di dalam pangkuannya, lalu bayi itu kencing pada pakaian beliau, maka Rasulullah meminta diambilkan air lalu memerciki pakaian itu dengan air tanpa mencucinya. Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda : Pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan pakaian yang terkena air kecing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.
Dalam riwayat lain menurut Abu Daud : Pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki maka diperciki dengan air jika belum mengkonsumsi makanan.



Sumber: (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah, 5/368)

Denyutkan nadimu dengan Dzikrulloh